Bekasi,PPDB tingkat SMA/SMK sudah berlalu. Hari ini para siswa yang dinyatakan diterima, memasuki tahapan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Tapi ada satu hal yang luput dari pantauan publik, bahwa sejatinya banyak SMA Negeri yang sebenarnya telah menzalimi warga Kota Bekasi, khususnya para siswa, dengan merampas hak siswa yang polos mendaftar ke sekolah.
Seperti penuturan dari Ketua Umum LSM Forkorindo, Tohom TPS, SE, SH, MM, beberapa sekolah seperti SMAN 1, SMAN 4, SMAN 20 dan SMAN 21, nyata-nyata telah melakukan hal yang sangat jauh dari nalar sehat. Tohom mengatakan, bahwa sekolah-sekolah itu telah merampas hak siswa. Karena, siswa yang seharusnya memiliki hak, tersisihkan karena perilaku oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang disinyalir diakomodir pihak sekolah.
“Contoh, ”kata Tohom memulai penuturannya, “untuk SMAN 4 Bekasi. Jalur Prestasi Raport. Kuota jalur tersebut, sebanyak 97 siswa, dan sebanyak 273 siswa tercatat sebagai pendaftar. Anehnya, sekolah hanya mengumumkan hasil seleksi sebanyak 94 siswa. Ini tidak masuk akal. Karena sekolah seharusnya memenuhi kuota jalur tersebut sebanyak 97 siswa, kenapa hanya 94. Bila logika ini dipakai, berarti ada 3 siswa yang terampas haknya.”
Tohom kembali melanjutkan, “Hal yang sama juga terjadi di SMAN 1 Bekasi. Kuota Jalur Prestasi Raport, sebanyak 90 siswa, jumlah pendaftar sebanyak 314 siswa. Namun, hasil seleksi hanya diumumkan 87 siswa. Sama-sama, 3 siswa yang kurang. Ini ada apa?”
Tohom lalu menunjukkan data untuk SMAN 6 Bekasi. Masih di jalur Prestasi Rapor, kuota jalur sebanyak 73 siswa, dimana ada 145 orang siswa pendaftar, tapi sekolah hanya mengumumkan yang diterima sebanyak 71 siswa.
Lalu di SMAN 13, Kuota Jalur 111 siswa, 231 siswa mendaftar, tapi hanya diterima 109 siswa. Kemudian, di SMAN 15, kuota Jalur Prestasi Rapor sebanyak 117, diterima 113 dari 163 pendaftar.
Tohom dalam perbincangan dengan awak media mengatakan bahwa apa yang diperlihatkan oleh banyak sekolah di kota Bekasi sejatinya telah melakukan perampasan hak siswa kota Bekasi.
“Kalau benar memang siswa yang telah diterima melalui jalur online, lalu di kemudian hari mengundurkan diri karena satu dan lain hal, maka namanya di laman hasil seleksi semestinya tidak dicabut dari laman tersebut. Atau seperti di laman PPDB online Kota Bekasi, pada nama siswa yang mengundurkan diri, diberi notice hijau atau merah, tanda siswa mengundurkan diri. Kursi kosong karena ditinggalkan itu kemudian diberikan kepada siswa yang berada di urutan selanjutnya. Bukan malah dibiarkan kosong. Ini perbuatan kejam,” ungkap Tohom sedikit emosi.
Dia mengatakan bahwa baik Pemerintah Kota Bekasi maupun pemerintah provinsi Jawa Barat belum mampu melakukan pemerataan pendidikan. Jadi menurutnya, seyogyanya Pemerintah Kota dan Provinsi berkaca diri. jangan membuat peraturan baku yang tidak rasional sedangkan mereka sendiri tidak mampu menjamin pemerataan pendidikan.
“Perlu dicatat, bahwa azas pendidikan nasional itu adalah sila ke-5 Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Puluhan kursi kosong di SMAN dan SMKN itu apakah akan dibiarkan kosong, sedangkan ratusan siswa masih belum dapat bersekolah. Lalu katanya akan diadakan penyisiran, itu lebih menunjukkan kebodohan pejabat pendidikan provinsi Jabar. Jelas-jelas ada siswa yang berhak untuk duduk (siswa yang berada pada posisi di urutan selanjutnya dari tiap jalur—red), kenapa bukan siswa itu yang otomatis masuk?,” kata Tohom sedikit kecewa.
“Tapi untuk teman-teman media, coba perhatikan hasil seleksi jalur Apirmasi atau SKTM. Tiap sekolah memampangkan sebuah kebodohan tingkat dewa. bagaimana seorang siswa berjarak 494.155 Meter dari SMAN 4, sekaligus juga berjarak 494.155 Meter dari SMAN 20, siswa itu tinggal dimana?,” tutup Tohom. (RED)
Eksplorasi konten lain dari Berita Informasi Terupdate, Teraktual dan Terkini Indonesia
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.