SIAK,Mandiripos.com-Memasuki hari kedua Festival Kabupaten Lestari. sejumlah kepala daerah yang tergabung dalam Lingkar Temu Kabupaten Lestari hadir dalam bincang lestari yang digelar di Gedung Daerah Kabupaten Siak, Jumat (11/10) pagi.
Selain Bupati Siak H Alfedri yang juga Sekjen LTKL, hadir juga Bupati Musi Banyuasin Dodi Riza, dan sejumlah wakil dari anggota LTKL dan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Keresahan karena ada enam daerah anggota LTKL yang lahannya terbakar, Siak, Rohul, Batanghari, Muba, Sanggau dan Sintang.
Momen Festival Kabupaten Lestari ini, dimanfaatkan untuk mencarikan solusi terbaik agar tidak ada lagi kebakaran di lahan gambut di masa yang akan datang.
Sebagaimana dijelaskan Bupati Siak, pihaknya saat ini memang fokus terhadap pencegahan, diantaranya menyiapkan mesin portabel di desa desa yang rawan karhutla.
“Karena luasnya lahan gambut di Siak ini, memang harus kami sikapi dengan sangat bijak. Bagaimana ke depan tidak terjadi lagi. Makanya kami mengeluarkan anggaran Rp24 juta untuk setiap kampung dan di dalamnya ada lima personel Masyarakat Peduli Api,” ungkapnya.
Sejak 2016 hingga kini terjadi penurunan karhutla di Siak. Dan karhutla bukan pada lahan yang baru dibuka tetapi sawit yang kurang terawat. Bahkan pada 2019 ini, Pemkab Siak bersama semua elemen berjuang agar karhutla dapat diatasi dengan baik dan tidak merugikan pihak lain.
“Kami dapat bernafas lega, dari September tidak ada lagi karhutla. Kami telah membuat sekat kanal dengan alat berat dan menyiapkan embung, sehingga terblok kebakaran hutan,” jelasnya.
Alat berat yang ada di Distarukim Siak PC 200 sementara yang diperlukan adalah PC 100. Makanya pada APBDP ini, Pemkab Siak membeli dua unit PC 100, untuk mempermudah mobilitas alat berat masuk ke lahan gambut.
Sementara Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan, pada 2016-2018, tidak pernah ada karhutla. Sintang posisinya di tengah.
“Kalau ada karhutla kami mau ke mana dan ini memalukan karena sebelahnya ada Kuching dan Singapura,” katanya.
Meledaknya pada 5 September lalu, ada 699 titik di konsesi kehutanan, di kebun. Sementara luas Sintang 200 ribu kilometer persegi. Masalah karhutla tidak pernah selesai. Tekanan dari pemerintah pusat dan NGO membuat sejumlah kepala daerah harus mencari formula. LTKL adalah satunya dan diharapkan yang tergabung dalam LTKL dapat konsen akan hal ini, sehingga ada solusi jangka panjang bagaimana gambut tak lagi terbakar.
Problem karhutla di hutan dan kebun, perlu disiapkan opsi lain. Seperti tata cara membuka lahan harus dengan agro sosio forestry. Harus disiapkan solusi bagi masyarakat, agar bisa mengalihkan cara pembukaan lahan dengan membakar.
“Kita juga tidak bisa sendiri, ada konservasi dan melibatkan masyarakat adat. Harus diatur, sehingga tidak lupa dan minta masukan dari berbagai pihak agar tidak terjadi kembali,” urainya.
Teguh Surya dari Madani Berkelanjutan, menjelaskan saat ini sawit tumbuh subur, di lahan gambut, keberanian presiden dengan Inpres menurutnya sangat tepat.
Namun tetap perlu dipantau dan dipastikan komitmen dalam melaksanakannya. Ini sebuah kabar baik bagi pasar minyak sawit secara global. Jika ini diimplementasikan dan dilakukan secara kolaboratif, Indonesia akan bisa mengusai ekspor sawit yang berkelanjutan. Dan jelas meningkatkan perekonomian masyarakat. Karena sawit yg berkelanjutan jelas mendapatkan harga yg lebih baik dibandingkan saat ini.
Ada 1,7 orang miskin yang hidup di sekitar kawasan hutan. Inpres ini jalan masuk untuk mencabut izin-izin bermasalah. Bisa mendata siapa memiliki kebun, luasnya, statusnya. Dengan demikian dapat dihitung sebetulnya berapa pendapatan nasional yang sesungguhnya, melalui tata kelola sawit. “Bersama kita bisa perbaiki tata kelola untuk Indonesia lebih baik,” sebutnya.
Sementara Beni Hernadi, Wakil Bupati Musi Banyu Asin sangat yakin, dengan bersatunya anggota LTKL, apa yang diharapkan bersama cegah dan bebas karhutla dapat tercapai.(rls)
Eksplorasi konten lain dari Berita Informasi Terupdate, Teraktual dan Terkini Indonesia
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.