Jakarta – DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengapresiasi kegiatan panen perdana Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dijalankan oleh Wapres RI, Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin pada 2 September 2021. Kegiatan panen perdana ini dilaksanakan di kebun PSR petani yang berada di Desa Suka Maju, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
“Berdasar atas hasil pertemuan DPP Apkasindo dengan Wakil Presiden RI pada 13 Februari 2020 di kantor Wapres, telah menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut. Mengingat pandemi berkepanjangan sehingga agenda tersebut menjadi tertunda. Namun di September ini akan dilaksanakan apa yang sudah terencana sebelumnya.
Adapun salah satunya adalah rencana Wakil Presiden RI melakukan panen perdana pada lahan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” ujar Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dalam keterangan tertulis, Kamis (2 September 2021) .
Menurut Gulat, APKASINDO akan melakukan kegiatan yang sama di 21 DPW Provinsi APKASINDO.
Tujuannya adalah menyemangati semua petani sawit untuk menjadi terdepan dan setara bagi pemulihan ekonomi di saat pandemi masih melanda dunia.”Kami petani sawit adalah petarung untuk ekonomi Indonesia,” tegasnya.
Sebagai informasi, kegiatan panen perdana ini akan dilaksanakan di Desa Suka Maju, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, di mana sewaktu tanam perdananya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Mei 2018.
“Ini keren, Pak Jokowi yang nanam, Pak Wapres yang manen. Tahun ini memasuki masa panen perdana sawit dari Program PSR diharapkan Wakil Presiden RI melakukan panen perdana. Rerata produksi sawit PSR ini 2,1 ton/ha/bulan, padahal baru berumur 3 tahun 3 bulan,” ujar peraih gelar Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau ini.
Gulat menerangkan panen perdana yang akan dilakukan oleh Wakil Presiden RI ini seluas 266 hektar di tahap pertama.
Tahap selanjutnya sudah mencapai ribuan hektare, termasuk yang ditanam Jend TNI (Purn) Moeldoko, Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO pada 2019 lalu. Adapun petani yang terlibat dalam Program PSR Tahap pertama ini mencapai 105 keluarga petani sawit. Proses pengelolaan dari penanaman hingga panen dikelola oleh KUD di desa setempat di bawah pengawasan dan pendampingan DPD APKASINDO Kab Rokan Hilir.
Saat ini, ada lima masalah yang dihadapi petani dalam pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Pertama, dari 3,4 juta sawit dalam Kawasan hutan, 2,7 juta hektar (79,41%) adalah perkebunan sawit yang dikelola oleh rakyat.
Hal ini sangat menghambat perkebunan sawit rakyat menuju keberlanjutan dan terkendalanya serapan dana PSR.
Kedua, membuat rute penyelesaian sawit rakyat yang ada di kawasan hutan berdasar UUCK, setidaknya dalam satu pintu penyelesaiannya, di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian dan jangan bertele-tele.
Ketiga, tata niaga TBS yang masih belum mengikuti Permentan 01/2018 mengenai Penetapan Pedoman Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Untuk itu, regulasi ini perlu ditinjau ulang karena beleid ini dinilai belum mampu melindungi petani sawit secara menyeluruh khususnya swadaya untuk mendapatkan harga TBS yang wajar dan mencegah pesaingan tidak sehat diantara perusahaan perkebunan. Terkesan Permentan tersebut hanya berpihak ke petani plasma (mitra perusahaan), faktanya jumlah petani plasma hanya sekitar 14,7% dari total 6,87 juta hektare perkebunan kelapa sawit rakyat. Sisanya 85,3% adalah petani swadaya yang belum bermitra dengan perusahaan.
Keempat, dari luasan 6,86 juta hektare perkebunan sawit rakyat namun tidak satupun petani atau koperasi yang memiliki PKS. Dengan kehadiran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS), diharapkan program sarana prasarana akan membantu berdirinya pabrik sawit yang dikelola petani.”Kehadiran pabrik sawit petani ini wajib berjalan pada 2022, gak ada jalan lain untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit,” jelasnya.
Kelima, program PSR terhambat mahalnya harga pupuk sepanjang enam bulan terakhir. Walaupun, harga TBS sawit lagi bagus tetapi faktanya harga pupuk naik di atas 70%. Akibatnya, biaya produksi (HPP) ikut terdongkrak 42,5%. Jika pemerintah tidak turun tangan, maka petani sawit yang menjadi pengguna pupuk non subsidi dipastikan akan kolaps dan tidak memupuk. Ini genting, darurat, tidak bisa hanya menghimbau, Pemerintah harus pegang “traju” mengendalikan harga pupuk.
Gulat menjelaskan bahwa panen perdana PSR yang dijalankan Wapres ini adalah bukti petani sawit sangat penting pernannya dan kebetulan Riau ini sangat unik, selain luas sawitnya yang mencapai 4,1 juta Ha, juga persentase petani sawitnya mencapai 63% dari total luas sawit di Riau. Jadi, multiplier effect-nya sangat kuat bagi perkebunan sawit petani.
Pada Panen perdana ini Selain kegiatan panen perdana, Wakil Presiden RI dan rombongan dari Kantor KSP (Kantor Staf Presiden) dan Kantor Wapres serta Tim dari BPDPKS juga akan meninjau hasil kegiatan santripreneur yang telah dicanangkan oleh Wakil Presiden pada Desember 2020.
Adapun yang akan ditinjau adalah pabrik penyiapan pupuk organik dan Pusat Pembibitan sawit dikelola oleh pondok pesantren di Riau (santripreneur berbasis sawit). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas rakyat, keterlibatan rakyat sangat kuat, namun hilirisasinya belum optimal. Hilirisasi sawit bukan hal tidak mungkin bagi petani, namun perlindungan Pemerintah sangat diperlukan. UMKM salah satunya, tanpa perlindungan dan kebijakan mustahil akan berhasil.
Gulat menuturkan untuk level UMKM sangat berpeluang dikembangkan di pondok-pondok pesantren, untuk itulah Wakil Presiden telah melaunching program santripreneur berbasis sawit pada akhir tahun 2020 lalu. Usaha yang dihasilkan oleh santripreneur ini mendapat kawalan dari Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah, Muhammad Imam Aziz dengan melahirkan praktek pengembangan UMKM berbasis pesantren.(Rilis)
Eksplorasi konten lain dari Berita Informasi Terupdate, Teraktual dan Terkini Indonesia
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.