Baganbatu – menanggapi pernyataan penghulu non aktif Ampaian Rotan Makmur, Julianto tentang dugaan kelalaian pemda Rohil dalam meregistrasikan 14 kepenghuluan ke kemendagri, Pemerintah Daerah kabupaten Rokan Hilir melalui Kepala Dinas Pemberdayaan masyarakat kabupaten Rokan Hilir, menyebutkan bahwa Bahwa proses permintaan kode Register Desa 14 Kepenghuluan tersebut sudah berproses sejak tahun 2016,
“(pengurusannya) belum tuntas dan pada tahun 2017 bulan Desember keluarlah Permendagri No 01 Tahun 2017. bahwa Pembentukan Desa harus melalui Proses Desa Persiapan. Maka segala Dokumen-dokumen yang sudah disiapkan sebelumnya harus menyesuaikan dengan syarat-syarat sesuai dengan Permendagri tersebut, Terhadap Pejabat Penghulu yang sudah Pemilihan dan dilantik tersebut sesuai dengan Surat Mendagri, salah satu mengamanatkan memberhentikan sementara , sampai diberikannya kode desa, “Demikian hal ini disampaikan Kadis PMD Rohil, Yandra melalui pesan WAnya kepada media ini, Ahad 28/6/2020.
Ditambahkannya bahwa sebelum dinonaktifkan 14 penghulu telah diajak bertemu untuk memperjelas dan membahas segala sesuatu terkait syarat mutlak untuk memperoleh kode desa dari pusat,
“Jadi Kesemua syarat-syarat sudah kita jelaskan kepada 14 Penghulu. Apabila ada kesalahpahaman mantan penghulu Julianto tentu menjadi suatu yang keliru. Karena semua sudah cukup terang dan jelas, “tambah Yandra.
Seperti diwartakan media ini sebelumnya (27/6/2020) dengan judul
“diduga lalai meregister desa di pusat, pemda Rohil “perkosa” jabatan 14 penghulu” di dalam berita tersebut mengisahkan tentang kekesalan salah seorang oknum penghulu non aktif kepenghuluan Ampaian Rotan Makmur, yang telah dilantik menjadi penghulu defenitif sejak 2016 silam, yang mana pemekaran Ampaian Rotan Makmur sudah dimekarkan dari Induknya yakni kepenghuluan Bagan Sinembah Utara sejak tahun 2014 silam, namun ironisnya wilayah desa yang dipimpinnya belum memiliki kode desa alias belum teregister ke pusat.
Sehingga akibat yang paling dirasakan oleh desa yang belum memiliki kode desa tersebut adalah tidak terlegitimasi wilayahnya di pusat sehingga kerugiannya adalah banyaknya anggaran dari pusat maupun propinsi yang tidak bisa dinikmati oleh desa yang belum teregister tentunya hal ini berpotensi menimbulkan ketimpangan sosial. (Ind)
Eksplorasi konten lain dari Berita Informasi Terupdate, Teraktual dan Terkini Indonesia
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.